Tiba-tiba saya ingin sekali menulis tentang Toko Merah, yang merupakan salah satu judul pada Kumpulan cerita Kisah Kota Kita.
Mungkin banyak yang baru tahu jika judul Toko Merah terinspirasi dari nama sebuah toko alat tulis di Jogjakarta milik sahabat saat kuliah. Sangat spesial karena ini merupakan ilustrasi cat air pertama saya yang diterbitkan dalam bentuk buku anak. Senang sekali saat menulis sekaligus mengilustrasikannya. Buat saya cerita yang satu ini sangat istimewa, karena bercerita tentang bangunan kuno di sebuah kawasan Pecinan.
Saya selalu menikmati keindahan bangunan lama/kolonial maupun bangunan tua bersejarah. Bagi saya, bangunan-bangunan itu memiliki estetika yang tak dimiliki dan juga tak bisa digantikan oleh bangunan masa kini. Namun sayang, nasib bangunan tua di Indonesia tidaklah semanis gula. Terbengkalai, terlupakan, ditinggalkan, bahkan dirobohkan itulah riwayat mereka kini. Selain bicara estetika, tentu juga kita akan bicara mengenai konstruksi dan teknologi. Bagaimana bangunan tua bisa memiliki kenyamanan termal yang baik hingga disebut bangunan indies nan tropis. Sayang seribu sayang, jika bangunan-bangunan itu berakhir hanya dalam kenangan warga kotanya.
Saya selalu menikmati keindahan bangunan lama/kolonial maupun bangunan tua bersejarah. Bagi saya, bangunan-bangunan itu memiliki estetika yang tak dimiliki dan juga tak bisa digantikan oleh bangunan masa kini. Namun sayang, nasib bangunan tua di Indonesia tidaklah semanis gula. Terbengkalai, terlupakan, ditinggalkan, bahkan dirobohkan itulah riwayat mereka kini. Selain bicara estetika, tentu juga kita akan bicara mengenai konstruksi dan teknologi. Bagaimana bangunan tua bisa memiliki kenyamanan termal yang baik hingga disebut bangunan indies nan tropis. Sayang seribu sayang, jika bangunan-bangunan itu berakhir hanya dalam kenangan warga kotanya.
Saat saya membaca ulasan buku The Little House, saya merasa tersentil. Mengapa di Indonesia tidak ada buku yang bisa membuat orang (terutamanya anak-anak) berempati terhadap nasib bangunan tua. Buku adalah media yang ampuh untuk menyentuh hati. Saya membayangkan bisa menulis cerita seperti ini. Selain ceritanya yang mengharukan, ilustrasi The Little House sangat serasi dan harmonis dengan ceritanya, klop sudah!
http://blog.preservationnation.org/ |
Akhirnya saya bulatkan tekad saya untuk menulis buku anak dengan tema besar mengenai tata kota. Walaupun tema tersebut bisa dikatakan tema berat atau idealis untuk anak-anak, tapi saya tetap yakin bahwa tema seberat apapun bisa dikemas menjadi ringan dan menyenangkan. Toko Merah merupakan salah satu judul awal yang saya tulis selain Taman Cahaya.
Saya menuliskan naskah Toko Merah dan Taman Cahaya pada saat mengikut kelas online Picture Book Writing. kemudian muncul judul Titian Persahabatan, Stasiun Pelangi dan Dermaga Perak yang akhrinya berganti judul menjadi Festival Air. Karena tidak cukup hanya berbekal 5 cerita, bersama mb Watiek Ideo, saya mulai mematangkan ide ini. Berbagai konsep kami coba mulai komik, cergam akhirnya matang dengan kumpulan cerita. Dan selanjutnya muncul lah 10 cerita yang masing-masing mewakili tiap elemen perkotaan. Tambahan judul baru adalah Pasar Pagi, poster Heboh, Kantor Jingga, Pawai Sampah dan Jalur Populer.
No
|
Sub Judul
|
Elemen Kota yang ingin diceritakan
|
1
|
Taman Cahaya
|
Pohon dan Taman yang terlantar
|
2
|
Titian
Persahabatan
|
Elemen pedestrian way/trotoar
|
3
|
Toko Merah
|
Bangunan kuno/cagar budaya kota
|
4
|
Festival Air
|
Banjir dan biopori
|
5
|
Pasar Pagi
|
Revitalisasi pasar radisional
|
6
|
Poster Heboh
|
Penertiban reklame
|
7
|
Pawai Sampah
|
Daur ulang
sampah
|
8
|
Kantor
Jingga
|
Kantor pos dan kawasan pusat kota
|
9
|
Stasiun
Warna
|
Sarana transportasi masal dan perawatan utilitas
kota
|
10
|
Jalur
Populer
|
Kemacetan
akibat tidak tertib
|
Apa sih inti dari cerita Toko Merah? sebetulnya Kisah si Toko Merah merupakan kisah tentang adaptive use dalam konteks pelestarian bangunan bersejarah. Berikut adalah sinopsisnya :
Di sebuah kota kecil, dibangunlah sebuah toko kelontong yang terletak di sudut tikungan. Ia menjual berbagai macam barang juga makanan. Pada kawasan permukiman itu (neighbourhood), ia tampak sangat megah dengan catnya yang berwarna merah. Si Toko pun merasa sedikit sombong karena ia paling menonjol diantara bangunan yang lain. Tahun berganti tahun pemiliknya tak mampu lagi merawatnya, sang pemilik pindah kota untuk tinggal bersama anaknya. Si Toko Merah pun dijual. Lama ia merasa terlantar, kosong. Ia merindukan sapaan si pemilik toko pada para pelanggannya. Suatu hari seorang pemuda berhenti di muka Toko Merah. Lama ia berdiri di sana. Saat melihat Toko Merah ia teringat kembali betapa lezat kue bolu buatan nyonya pemilik Toko Merah.
Sejak naskah itu jadi, saya menyimpan keinginan untuk bisa mengilustrasikannya sendiri. Saya bukan ilustrator yang handal, bahkan ini adalah pertama kali saya mengilustrasikan cerita anak dengan media cat air. Alhamdulillah, selesai juga dan sesuai harapan saya. Meskipun saya masih harus banyak belajar lagi teknik-teknik ilustrasi, ya karena saya juga tidak kuliah di jurusan komunikasi visual :D tapi lumayan lah.
Selain Toko Merah, cerita favorit saya adalah Taman Cahaya. Taman Cahaya akhirnya berhasil diilustrasikan sangat indah oleh Dewi Citra, saya kagum dengan caranya menuangkan cerita itu pada gambar-gambarnya yang luar biasa, lembar demi lembarnya membuat hampir semua pembaca mengagumi cerita itu. Ada efek dramatis, anggun dan melankolis dalam ilustrasi Taman Cahaya. Luar biasa!
Toko Merah, Taman Cahaya dan cerita lain dalam Kisah Kota Kita hanyalah sebagian kecil dari upaya seorang warga kota mengubah keprihatinan menjadi kepedulian. Kepedulian yang saya harapkan tumbuh di hati setiap pembaca cilik yang telah membaca Kisah Kota Kita. Paling tidak saya, dan Mb Watiek tidak ingin berpangku tangan saja. Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka berusaha untuk mengubahnya sendiri.
Tulisan ini akhirnya saya tutup dengan mengutip endorsment dari Ridwan Kamil "Kota Mencerminkan Siapa Diri Kita".
Salam
Wah, menarik sekali sepertinya. Jadi pengen baca, hihihi :)
BalasHapussaya udah baca dan ternganga-nganga rasanya. Cerita2nya manis, ilustrasinya juga. Salut buat mbak Dian yang keren banget.
BalasHapusTapi, Mbak, saya pas beli kok enggak dapet wayangnya, ya? :(
Baru tahu kalau ada bonusnya dari blog ini.